TANGSELXPRESS – Kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75 persen perlu ditinjau ulang dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Sebab, Indonesia masih berada pada masa transisi pemulihan pasca Covid-19 termasuk sektor pariwisatanya.
Pemerintah dinilai tidak arif jika meningkatkan pemasukan negara lewat pajak saat pelaku industri hiburan sedang berusaha bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi negara. Selain itu, pemerintah juga harus melibatkan para pelaku industri dalam pembahasannya agar angka yang ditetapkan rasional.
Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi usai mengikuti Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Ia menegaskan agar pemerintah tidak sepihak dalam pembahasan penentuan pajak hiburan.
“Ketika pandemi berakhir, sektor pariwisata itu bangkitnya paling belakangan. Tahun 2022 baru bisa bangkit dan tahun ini sedang ‘survive’. Kalau naik dengan angka pajak seperti itu, apakah bisa hidup industri hiburan di Indonesia ini? Saya harap kebijakan ini ditinjau ulang oleh pemerintah dengan mempertimbangkan aspirasi para pelaku industri hiburan,” ungkap Dede dalam keterangan yang diterima, Selasa (16/1).
Perlu diketahui, pajak hiburan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Merujuk pada pasal 55, ada 12 subjek pajak untuk Jasa Kesenian dan Hiburan.
Artikel Tinjau Ulang Rencana Kenaikan Pajak, Komisi X: Pertimbangkan Aspirasi Pelaku Industri Hiburan pertama kali tampil pada tangselxpress.com.