Terkait Dugaan Suap ke Petinggi Polri, Pengacara: Ismail Bolong Belum Diperiksa

RADARTANGSEL – Ismail Bolong telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur. Namun, dia disebut belum pernah diperiksa soal dugaan suap yang diberikannya ke petinggi Polri untuk memuluskan usahanya itu.

Adapun dugaan suap ke petinggi Polri itu diungkapkan oleh Ismail melalui videonya. Meski belakangan dia membuat permintaan maaf dan meralat pernyataannya.

“Nggak ada, nggak ada (pemeriksaan soal dugaan suap),” ujar pengacara Ismail Bolong, Johannes Tobing saat dihubungi, Jumat (9/12).

Sejauh ini, lanjut Johannes, kliennya itu hanya dimintai keterangan soal tambang batu bara ilegal yang diduga dikelola olehnya. Ismail telah diperiksa sebelum ditahan hingga Rabu (7/12).

“Jadi saya tegasin Pak Ismail Bolong itu diperiksa 13 jam, ada 62 pertanyaan semua itu menyangkut hanya soal perizinan pertambangan,” katanya.

Dalam kasus ini, selain Ismail Bolong, Polri telah menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka ialah, Budi (BP) sebagai penambang batu bara tanpa izin dan Rinto (RP) selaku Kuasa Direktur PT EMP.

Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Nurul Azizah menjelaskan, Ismail Bolong berperan mengatur kegiatan pertambangan ilegal di lingkungan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) milik PT Santan Batubara (SB).

“IB berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan,” ujar Nurul kepada wartawan, Kamis (8/12).

Kemudian tersangka Rinto berperan sebagai pemegang kuasa Direktur PT Energindo Mitra Pratama (EMP). Serupa dengan Ismail, Rinto juga berperan mengatur aktivitas tambang ilegal.

“RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP,” terangnya.

Lalu tersangka Budi disebut berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin alias ilegal.

Atas perbuatannya, Ismail Bolong dan dua orang lainnya dijerat dengan Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

“Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar,” tutup dia.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *