DRAMA Politik Pemilu 2024 sungguh menguras waktu, tenaga dan pikiran. Khususnya untuk Pemilihan Presiden (Pilpres). Bagaimana tidak, sejak awal kontestasi saja sudah tercium aroma busuk penghianatan dan pengrusakan nilai-nilai demokrasi.
Dengan modal nekat menabrak konstitusi. Anak Presiden Jokowi (kala itu Jokowi masih menjabat presiden, entah beberapa bulan ke depan), Gibran Rakabuming Raka, yang usianya baru 36 tahun tiba-tiba saja melesat dipasangkan menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Prabowo Subianto.
Gibran mendapat karpet merah sebagai Bacawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) yang ketika itu masih dipimpin oleh adik ipar Jokowi, Anwar Usman, nekat memperkosa peraturan yang ada dengan dalih meloloskan judicial review terkait syarat-syarat Capres-Cawapres.
Hasilnya bisa ditebak, meskipun melalui drama di MK hingga Anwar Usman harus melalui sidang Majelis Kehormatan MK (MKMK) dan dinonaktifkan sebagai pimpinan, Gibran tetap melenggang sebagai Bacawapres Pilpres 2024. Dan tinggal selangkah lagi menjadi Cawapres setelah diketuk palu oleh KPU RI.
Dan hasilnya juga bisa ditebak, Gibran lolos dan diresmikan oleh KPU sebagai Cawapres pendamping Prabowo. Sampai di titik ini saja rakyat bisa menilai, peran siapa yang lebih dominan untuk bisa meloloskan Gibran sebagai Cawapres. Prabowo atau Jokowi dengan perangkat (power) yang ia miliki sebagai presiden.
Padahal kalau kita mau jujur dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip Demokrasi, bukan Politik Dinasti, ada nama-nama besar di Koalisi Indonesia Maju yang lebih layak dan qualified untuk mendampingi Prabowo dibanding Gibran. Seperti Erick Thohir, Yusril Ihza Mahendra, Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan.
Namun, Politik Dinasti dengan hasrat kekuasaannya telah membutakan segalanya. Termasuk nilai-nilai Demokrasi, apalagi semangat Reformasi. Gibran tetap melaju sebagai Cawapres pendamping Prabowo. Hingga muncul sebutan baru kepada Gibran, khususnya oleh media asing, sebagai Nepo Baby atau Bayi Nepotisme.
Ya, julukan ini sungguh tepat dialamatkan kepada Gibran. Sang Bayi Nepotisme. Yang lahir sebagai pemimpin (Cawapres) bukan dari prestasi atau rekam jejak leadership melalui anak tangga yang semestinya, tapi karena Gibran anak Jokowi, anak seorang presiden yang masih aktif!!!
Ini sungguh ironi dan menjadi catatan kelam sejarah demokrasi di Indonesia. Dan Jokowi sebagai aktor utama Politik Dinasti di Indonesia harus mempertanggungjawabkan atas semua pelanggaran-pelanggaran nilai, moral dan etik yang telah ia lakukan hingga melukai hati rakyat Indonesia. Maka, tunggu saatnya Rakyat Berkuasa yang akan berkehendak.
Lantas, muncul pertanyaan hakiki, sesungguhnya “Siapa yang Menunggangi Siapa” antara Jokowi dan Prabowo terkait Pilpres 2024? Turunan dari pertanyaan itu adalah siapa yang paling diuntungkan dari permainan dan skenario antara Jokowi dan Prabowo tersebut?
Artikel OPINI: Antara Jokowi dan Prabowo, Siapa Menunggangi Siapa di Pilpres 2024? pertama kali tampil pada tangselxpress.com.