RADARTANGSEL – Menjelang akhir tahun 2022 ini, isu reshuffle kembali mencuat setelah PDIP menyinggung evaluasi dua menteri dari Partai NasDem di kabinet usai Presiden Joko Widodo melempar sinyal soal perombakan jajaran menteri. Sinyal itu disampaikannya merespons hasil survei Charta Politika yang menyatakan 61 persen responden setuju ada reshuffle kabinet.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga mengamati ada dua persoalan terkait sinyal reshuffle kabinet yang disampaikan Jokowi. “Pertama, masyarakat biasanya setuju ada reshuffle bila kinerja kabinet rendah. Indikasi itu akan terlihat dari ketidakpuasan masyarakat pada kenerja kabinet,” kata Jamiluddin dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Selasa (27/12/2022).
Namun, lanjut dia, indikasi tersebut tidak terlihat dari hasil survei Charta Politika. Hasil surveinya justru 72,9 persen responden menyatakan puas terhadap Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin.
Karena itu, menurut Jamiluddin, menjadi aneh kalau masyarakat setuju ada reshuffle kabinet sementara mereka puas terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. “Kesannya, data hasil survei ini tidak konsisten,” ucapnya.
Dengan begitu, kata dia, sangat tidak logis melakukan reshuffle kabinet bila mengacu pada hasil survei tersebut. Sebab, hasil survei itu tidak cukup memadai dijadikan dasar mereshuffle kabinet.
Kedua, lanjut Jamiluddin, reshuffle biasanya dilakukan bila kinerja kabinetnya rendah. “Bisa juga karena ada kisruh politik yang menyebabkan kepercayaan masyarakat pada kabinet rendah,” ujar mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.
Ia menilai dua penyebab itu tidak terlihat pada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Justru hasil survei menyatakan responden puas terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
Kisruh politik yang menyebabkan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf juga tidak terlihat. Hal itu terlihat dari terjaganya stabilitas politik nasional. “Jadi, tidak ada dasar yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan reshuffle kabinet. Karena itu, bila ada reshuflle bisa jadi bertujuan untuk mendepak menteri dari NasDem,” terangnya.
Lebih jauh dia mengatakan kalau itu tujuannya, bisa saja ekskalasi suhu politik akan meningkat. Sebab, NasDem yang merasa berkeringat menjadikan Jokowi presiden, akan gerah karena di depak tanpa dasar.
“Bahkan bisa saja Jokowi akan dinilai sosok yang lupa kacang akan kulitnya. Tudingan seperti itu tentu tidak mengenakan bagi sosok yang masih mengedepankan etika politik,” tuturnya.
Karena itu, Jamiluddin menekankan Jokowi kalau pun akan mendepak menteri dari kabinet, khususnya sari NasDem, seyogyanya ada dasar yang rasional. “Hal itu tentu tidak mudah. Semoga Jokowi tidak ceroboh dan mengedepankan politik pragmatis. Hal itu akan menjauhkan Jokowi dari sosok negarawan,” ujarnya.