IRT di Batam Terancam Penjara 10 Tahun karena Jadi Penampung PMI Ilegal

RADARTANGSEL –  Seorang ibu rumah tangga (IRT) di Batam bernama Wulandari (41) ditangkap polisi diduga membantu mengurus calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke luar negeri.

“Tersangka membantu (mengurus) calon PMI hendak berangkat melalui pelabuhan Harbourbay ke Malaysia tanpa prosedural,” ungkap Kapolsek KKP Batam, Iptu Putra Jaya Tarigan dalam keterangannya, Selasa (7/2).

Kasus penyelundupan PMI non prosedural ini terbongkar di pelabuhan Harbourbay Batuampar, Batam pada Sabtu (4/2). Berawal dari petugas kepolisian curiga dengan gerak gerik pelaku akan mengirim calon PMI ke luar negeri.

Karena curiga, petugas kepolisian menghampiri pelaku hingga dilakukan pemeriksaan secara intensif.

“Setelah diinterogasi, WD mengaku telah mengirimkan orang ke luar negeri tanpa prosedural. Ada tiga calon PMI yang diurus WD. Satu orang diamankan di pelabuhan, dan di mobil hingga di rumah korban,” kata dia.

“Pelaku WD menampung calon PMI di rumahnya. Jadi untuk mengelabui petugas polisi WD mengirim calon PMI secara ilegal bermodal paspor secara bertahap,” tambah dia.

Dari hasil pemeriksaan, kata dia, IRT yang mempunyai anak tiga ini diketahui sebagai perantara atau pengurus di Batam. Tiga orang asal NTB direkrut pelaku lain yang kini masih DPO, berasal dari Surabaya, Jawa Timur.

“Pelaku mendapatkan permintaan untuk mengurus calon PMI dari pelaku DPO di Surabaya. Pelaku mendapatkan keuntungan Rp7-9 juta dari setiap korban yang berangkat ke Malaysia melalui Batam,” ujarnya.

Sementara itu, saat jumpa pers Wulandari irit bicara ketika ditanya wartawan. Ia mengunakan baju tahanan Polsek KKP Batam dengan tangan diborgol tertunduk lesu.

Ia pun mengakui telah melakoni bisnis gelap tersebut sejak awal Januari 2023 lalu.

“Masih baru (mengurus) PMI. Sejak awal Januari kemarin,” ujarnya kepada wartawan.

Dari tangan Wulandari polisi menyita barang bukti yakni satu unit mobil merek honda Brio, tiga paspor korban dan tiket pesawat.

“Pelaku dikenakan pasal 81 Jo pasal 83 UU No 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar,” tutupnya.

Related posts